Kuala Tungkal– Potensi pendapatan daerah dari sektor hulu minyak dan gas (migas) di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjab Barat) terancam hilang jika pemerintah kabupaten terus menunda penyelesaian Participating Interest (PI) 10%.
Pengamat ekonomi dari Jambi, Dr. Noviardi Ferzi, mengingatkan bahwa penundaan ini merugikan Pemkab dan masyarakat. Dr. Noviardi menjelaskan bahwa PI 10% adalah amanat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memberikan kesempatan bagi daerah untuk menikmati hasil dari sumber daya alamnya.
"Ini kesempatan langka. Jika tidak diambil, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan hilang," tegasnya.
Keterlambatan ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat. "Sikap 'mengulur waktu' ini membuat masyarakat bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. Apakah ada ketidakmampuan birokrasi, atau ada kepentingan lain? Ini berisiko merusak citra dan kepercayaan publik," tambah Dr. Noviardi.
Manfaat PI 10% tidak hanya soal uang. Dengan kepemilikan saham, Pemkab memiliki suara dalam pengambilan keputusan operasional dan strategis proyek.
"Ini penting untuk memastikan kegiatan hulu migas berjalan sesuai standar lingkungan dan sosial, serta sejalan dengan prioritas pembangunan daerah," jelasnya.
Dr. Noviardi juga menekankan peran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi. "Pemprov harus menjadi fasilitator dan pengawas yang transparan. Seluruh proses pengalihan PI 10% harus dibuka ke publik, mulai dari negosiasi hingga skema pembiayaan. Transparansi ini mencegah potensi korupsi dan memastikan proses berjalan demi kepentingan rakyat," tegasnya.
Dr. Noviardi menyimpulkan bahwa Pemkab Tanjab Barat harus bertindak cepat. "Jangan sampai kesempatan ini diambil pihak lain atau hilang karena birokrasi yang lambat. Pemerintah daerah harus segera membentuk tim ahli, berkomunikasi dengan SKK Migas dan kontraktor, serta melibatkan masyarakat. Ini soal kesejahteraan rakyat dan masa depan Kabupaten Tanjung Jabung Barat,tutupnya.(cw)