Ini Tanggapan Kadis Perkebunan Tanjabbarat Terkait Laporan Ketua Poktan Desan Badang Ke BPK RI

Ini Tanggapan Kadis Perkebunan Tanjabbarat Terkait Laporan Ketua Poktan Desan Badang Ke BPK RI


Tanjabbar, -Pemerintah kabupaten Tanjung Jabung Barat melalui kepala Dinas Perkebunan Tanjabbarat Ridwan akhirnya angkat bicara terkait laporan ketua Poktan Tani Imam Hasan Desa Badang, kecamatan Tungkal Ulu, kabupaten Tanjab Barat yang melaporkan Bupati dan PT DAS ke KPK RI.

Menurut kepala dinas perkebunan Tanjabbarat Ridwan kepada media ini. Kamis (14/12/23) melalui via telpon pribadinya mengatakan,itu hak mereka sah-sah saja mereka lakukan tersebut yang penting kami telah melakukan yang terbaik buat kelompok tani 9 Desa.

Bukti bentuk keseriusan pemkab dalam hal ini Bupati bersama Timdu sudah menyampaikan hasil finalisasi pasilitasi pembangunan kebun masyarakat terhadap kementrian polhukam, terkait memfasilitasi kedua belah pihak terhadap penyelesaian lahan yang sudah lama berlarut-larut dan akhirnya dengan dilakukan berbagai proses dan tahapan membuah hasil dan dapat di selesaikan meski penuh dengan berbagai batu sandungan,"katanya.

Ridwan juga menambahkan bahkan pertemuan di kementerian pulhukam berapa waktu lalui itu,turut hadir langsung Bupati,Forkompinda, Asisten 1, asisten 2,Kepala BPN,Kaban Kesbangpol,Perwakilan PT DAS dan Ketua KUD,"timpalnya.

Sementara terpisah Dedi Ariyanto selaku ketua poktan mengaku telah mengambil langkah hukum guna memperjuangkan hak masyarakat badang dan kelompok taninya termasuk dengan melaporkan PT DAS dan Pemerintah Kabupaten Tanjab Barat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia di Jakarta pada rabu (13/12) kemarin.

Menurut Dedi, pihaknya mencium dugaan aroma persekongkolan dan permufakatan jahat antara PT DAS dan Pemkab Tanjab Barat dalam upaya penyelesaian permasalahan masyarakat 9 desa, di tiga kecamatan wilayah Ulu tersebut.

Kesepakatan final yang telah ditandatangani tersebut menurutnya sangat jauh berbeda dengan poin-poin kesepakatan kelompok kerja (pokja) bersama tim terpadu (timdu) penanganan konflik sosial, perwakilan masyarakat 9 desa, PT DAS dan pihak kementerian koordinator bidang politik, hukum dan keamanan republik indonesia (Kemenko polhukam RI) di jakarta.

Pada rapat pokja di jakarta bulan mei lalu lanjutnya, semua pihak telah sepakat bahwa PT DAS akan membangunkan kebun untuk masyarakat seluas 500 hektar paling lambat tanggal 31 agustus.

Kemudian untuk sisa 1.300 hektar, PT DAS akan berunding dengan masyarakat untuk menentukan pola lain yang disepakati.Namun poin-poin ini satupun tidak ada yang dijalankan oleh PT DAS.

Lebih lanjut menurutnya, pada bulan oktober tanpa melibatkan timdu dan pokja, dinas perkebunan mengundang perwakilan 9 desa untuk rapat bersama PT DAS yang menawarkan pola bantuan usaha produktif senilai 22 milyar.

Disinilah awal kecurigaan kami muncul. Kami menduga ada permainan dan persekongkolan antara PT DAS dan bupati melalui kepala dinas perkebunan dalam upaya penyelesaian konflik ini.

Karna cuma kami satu-satunya yang menolak kesepakatan itu maka kami pastikan akan terus berjuang demi tegaknya kebenaran dan keadilan bagi masyarakat termasuk dengan melaporkan persoalan ini ke KPK," tegas Dedi.

Dia juga menambahkan, bupati dan jajarannya sebagai fasilitator dan mediator dalam penanganan konflik sosial harusnya bersikap netral serta menyerahkan sepenuhnya penyelesaian permasalahan kepada kedua belah pihak yang sedang berkonflik.

"Jangan malah menekan dan mengintervensi masyarakat untuk menerima sesuatu yang sifatnya merugikan salah satu pihak,” sebutnya.

Lebih lanjut dedi mengaku sebelum munculnya kesepakatan 22 milyar tersebut, perwakilan 9 desa dengan pihak PT DAS telah lebih dahulu bertemu dan menyepakati pola penyelesaian sebagai tindak lanjut hasil rapat pokja Kemenko Polhukam RI.

“Kita sudah dua kali ketemu dengan pihak PT DAS setelah rapat dengan pokja polhukam bulan mei dan sudah menyepakati pola penyelesaian. Kok tiba-tiba bupati melalui dinas perkebunan malah mengarahkan camat dan kepala desa untuk mendorong penyelesaian yang jelas-jelas beda dengan kesepakatan awal dan sangat merugikan masyarakat.

Ini kan dzolim namanya. Makanya kami masyarakat badang mengambil sikap menolak dan akan terus berjuang untuk hak-hak kami,” pungkasnya.(CR7)