Liputanjambi.id - Masih banyaknya temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI perwakilan Provinsi Jambi di beberapa OPD Kabupaten Tanjab Barat tahun 2020 menjadi PR bagi Pemkab Tanjab Barat kedepannya.
Beberapa temuan BPK di beberapa OPD yang masih lalai dalam mengelola keuangan daerah, sehingga menjadi temuan yang harus ditindaklanjuti. Salahsatunya di Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kabupaten Tanjab Barat, masih banyak dokumen-dokumen penjualan bibit ikan yang belum dilengkapi sehingga pengelolaan pendapatan penjualan hasil perikanan di Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tanjabbar belum memadai.
Berdasarkan data yang dihimpun, laporan produksi dan penjualan bibit ikan tidak akurat, berdasarkan laporan pemanenan larva UPT di ketahui hasil pemanenan larva ikan selama tahun 2020 sebanyak 120.660 larva, yang kemudian dijadikan bibit ikan untuk dijual ke masyarakat sebanyak 151.242 bibit ikan, atau lebih besar dari produksi larva sebanyak 30.582.
Hal tersebut diketahui terdapat penjualan yang melebihi jumlah produksi, yang seharusnya jumlah maksimal penjualan bibit sama dengan jumlah produksi larva. Selain itu, tidak ada laporan hasil kegiatan pemijahan, tanda bukti pembayaran penjualan bibit ikan ke masyarakat juga tidak ada. Dokumen setoran penjualan yang diserahkan tidak dilampiri dengan tanda bukti pembayaran dari masyarakat.
Penyetoran penerimaan oleh kepala UPT kepada bendahara penerimaan hanya berupa uang tunai, dan tidak disertakan dengan tanda bukti pembayaran yang memuat nama, jenis. bibit, dan tandatangan pembeli.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan PP Nomor 8 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah. BPK RI Perwakilan Jambi memaparkan permasalahan ini disebabkan oleh, Kepala dinas selaku Penggunaan Anggaran (PA) tidak optimal dalam mengawasi dan mengendalikan pengelolaan lain-lain Pendapatan asli daerah (PAD) yang sah, serta kelalaian dari bendahara penerimaan dan kurang cermatnya kepala UPT.
Terkait hal ini, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Tanjab Barat, Netty Martini di konfirmasi wartawan membenarkan adanya temuan BPK tersebut, namun dirinya menganggap temuan yang lucu.
"Ya ada, lucu temuannya, misalkan benih 15 ekor tapi pas panen penjualan bibit menjadi 30 ekor, kan lucu," ungkapnya.
"Nah ternyata banyak dukumen-dokumen yang tidak dilengkapi bahkan ada yang tidak pakai dokumen. Sehingga BPK mengumumkan sebaiknya agar kepala dinas memberi peringatan kepada kepala balai benih untuk memenuhi dokumen, tapi temuan ini tidak menjadi kerugian negara," jelasnya. Namun, Netty membantah jika temuan tersebut berupa kelebihan penjualan bibit maksimal dari jumlah produksi benih.
DPC AWI (Aliansi wartawan Indonesia) kabupaten Tanjab Barat menduga ada permainan pihak balai benih terkait pengelembungan jumlah benih yang belakangan menjadi salah satu temuan BPK RI.
"Jelas terlihat ada dugaan pengelembungan jumlah benih ikan, dan hal itu tentunya pihak balai pembibitan ikan yang lebih tau, " Dari angka selisih sebesar 30 ribu lebih tersebut jelas ada kepentingan tertentu dari pihak balai ataupun dinas untuk meraup keuntungan.
" Jika benar dinas mengaku tidak tau soal kelebihan benih ikan tersebut, artinya pihak balai lah yang bertanggung jawab, dan dinas perikanan harus segera mengusut hal ini supaya kejadian serupa tidak terulang lagi,(CR7)