liputanJambi.id-TANJABBARAT-Optimis untuk memenangkan pasangan Anwar Sadat-Hairan dalam Pilkada Tanjabbarat yang sudah mendekati ambang pintu, pasukan Kartini Anshar mulai rapatkan barisan untuk bergerak membantu sosialisasikan Anshar di segela penjuru.
Pasukan Kartini Anshar ini tidak kalah saing dengan pasukan Anshar kaum prianya.pasalnya, tidak kenal lelah meskipun terkadang Medan jalan yang dilalui penuh dengan resiko.namun tetap di harunggi dengan modalkan keyakinan dan nawaitu yang baik serta kesolidtan pasukan Kartini Anshar.
Kata salah seorang Kartini Anshar, seperti apapun Medan jalan yang kami tempuh tidak merasa takut.tetap kami harunggi berkat kesolidtan dan kekompakan kami untuk bisa menghantarkan jargon kami sebagai Bupati dan wakil Bupati Tanjabbarat.
"Insya Allah selagi kami kompak dan solid semua apa yang kami lakukan tidak terasa lelah, lanjutnya kami sebagai Kartini Anshar tidak mau hanya bisa berpangku tangan dan duduk manis saja.kami juga ingin berbuat seperti apa yang di lakukan kaum pria di tim Anshar,"ucap ibu separuh baya ini dengan penuh semangat yang aminni pasukan Kartini Anshar lainnya serayak berkumandangkan pilih Anshar No urut 2.
Semoga perjuangan yang kita lakukan bersama ini menjadi berkah dan ada hikmah nya agar pasangan Anwar Sadat-Hairan bisa terpilih dan menang dalam pilkada."tutupnya.
Melihat keuletan barisan Kartini Anshar yang mulai terbentuk di banyak titik mata pilih itu, Calon Bupati Tanjab Barat, Ustadz KH Anwar Sadat (UAS) mengucapkan rasa syukur dan apresiasi kepada para relawan pendukung yang gigih dan ulet membawa semangat perubahan dan keberkahan bagi Kabupaten Tanjung Jabing Barat.
“Alhamdulillah, khusus Kartini Anshar ini kita andalkan untuk mengajak suaminya ikut juga menjadi bagian dari barisan Anshar. Karena biasanya suami ini nurut dengan istri,” ujar UAS, melontarkan guyonan sekaligus apresiasi atas partisipasi dan semangat barisan Kartini Anshar yang dikomandoi Hj Fadhilah istri Cabup UAS.
"Sengaja kami sematkan istilah Kartini Anshar ini, karena sosok Kartini punya peran cukup besar dalam membangun pendidikan, moral dan mental bangsa kita ini,” ujar UAS.
“Kartini merupakan murid dari Syekh Muhammad Saleh. Kartini merupakn pahlawan pertama yang minta terjemahan Al Quran ke dalam bahasa kita,” urai UAS.
Kegelisahan Kartini terjawab saat dia bertemu seorang ulama dari Darat, Semarang, Jawa Tengah. Ulama itu adalah Kiai Sholeh Darat. Keduanya bertemu dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, paman Kartini. Saat itu, Kiai Sholeh sedang memberikan pengajaran tentang tafsir surat Al Fatihah, surat pembuka dalam Alquran.
Satu hal yang sangat baru ditemui dan didengar Kartini. Pertemuan Kartini dan sang ulama dituturkan cucu Kiai Sholeh, Fadhila Sholeh. Fadhila memaparkan hal ini lewat tulisan dalam bentuk selebaran yang terdapat di makam Kiai Sholeh di Semarang.
Sebelumnya, Kartini memang tak pernah tahu apa arti dan makna dari surat Al Fatihah meski ia sering membacanya.Kartini benar-benar terpukau dan tersedot perhatiannya. Begitu pengajian usai, Kartini saat itu segera menemui pamannya. Ia menyampaikan keinginan bertemu Kiai Sholeh untuk berguru.
Perempuan kelahiran Rembang 21 April 1879 itu bahkan sampai mendesak pamannya untuk menemani dirinya menemui sang ulama. Usahanya tak sia-sia. Pamannya yang terenyuh melihat Kartini pun mengantarnya.
“Kiai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?” tutur Kartini membuka dialog dengan Kiai Sholeh Darat setelah berbasa-basi lazimnya orang Jawa. Kiai Sholeh malah balik bertanya, “Mengapa Raden Ajeng mempertanyakan hal ini? Kenapa bertanya demikian?” Dijawab oleh Kartini, “Kiai, selama hidupku baru kali ini saya berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Alquran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku.” Kartini lalu menyampaikan rasa syukurnya kepada Allah diberi kesempatan memahami Al Fatihah. Kyai Sholeh tertegun. Kiai kharismatik itu tak kuasa menyela. “Namun, saya heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Alquran. Bukankah Alquran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?” ucap Kartini.
Dialog berhenti, Kiai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali bertasbih, “Subhanallah.” Kartini telah menggugah kesadaran Kiai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar, menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa. “Dan Raden Ajeng Kartini setelah maghrib dan isya ia rajin baca al quran. Ia pun rajin berdoa bagi kebaikan bangsa,” urai UAS.
“Jadi kalau ada yang bertanya, itulah alasan kita memakai istilah Kartini Anshar ini,” jelas UAS.(CR7)