JAMB- Penyelesaian masalah tambang ilegal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar) berjalan lambat akibat konflik kewenangan internal antara Dinas ESDM dan DPMPTSP Provinsi Jambi.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jambi, Ahmad Jahfar, mengungkapkan bahwa perbedaan pandangan mengenai kewenangan pemberian izin tambang menjadi penyebab utama. "Antara PTSP dengan ESDM Provinsi Jambi ada prosedur internal yang belum tuntas. Seharusnya masalah ini bisa segera ditengahi oleh Pemprov melalui bagian hukum," ujar Ahmad Jahfar, Jumat (17/10/2025).
Komisi III DPRD Provinsi Jambi telah berupaya mempertemukan kedua pihak untuk mencari solusi. "Kita sudah menjembatani agar mereka menyelesaikannya. Ada perbedaan penafsiran kewenangan yang masing-masing merasa sama-sama berhak, tapi mereka sudah berjanji akan menuntaskan hal ini secepatnya," jelasnya.
Menurutnya, kondisi ini menghambat pemerintah daerah dalam menindak tegas perusahaan yang belum memiliki izin resmi.
"Sekarang bagaimana kita mau bertindak tegas, pemberi izinnya saja sedang berkonflik. PTSP merasa berwenang, ESDM juga merasa berwenang — itu yang jadi masalahnya," tegas politisi Golkar ini.
Komisi III DPRD Provinsi Jambi memberikan tenggat waktu tiga hari kepada instansi terkait untuk menyelesaikan polemik ini.
Ahmad Jahfar juga meminta dukungan media dan publik agar masalah ini segera tuntas. "Kami sudah kasih deadline tiga hari. Coba juga dorong dari sisi media supaya cepat selesai, karena kita juga berkepentingan terhadap penertiban ini. Kita sedang mengejar target PAD, dan legalitas para penambang ini menjadi bagian penting dari itu," ujarnya.
Ia berharap penyelesaian konflik internal di tingkat provinsi dapat segera rampung agar pemerintah bisa mengambil langkah hukum dan administratif yang tegas terhadap aktivitas tambang tanpa izin. "Harapan kita, semua ini segera benar-benar selesai supaya kita bisa mendorong legalitas para penambang, terutama di Tanjab Barat yang kini menjadi sorotan. Setelah itu baru kita bisa bertindak tegas di lapangan," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi, Tandry Adi Negara, membenarkan bahwa dari 33 perusahaan tambang galian C di Tanjab Barat, hanya sebagian yang memenuhi seluruh ketentuan izin. Dari total tersebut, 16 perusahaan berstatus pemegang IUP Operasi Produksi, 7 perusahaan masih dalam tahap eksplorasi, dan 10 perusahaan memegang SIPB (Surat Izin Penambangan Batuan). Namun, dari 16 IUP operasi produksi, baru 7 perusahaan yang disetujui RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya), sisanya masih menunggu hasil evaluasi.
"Kami sudah menyurati seluruh perusahaan yang belum mendapatkan persetujuan RKAB agar menghentikan kegiatan tambang. Jika tetap beroperasi, akan dikenakan sanksi mulai dari teguran tertulis, penghentian sementara, hingga pencabutan izin," tegas Tandry.
Adapun perusahaan yang dinyatakan legal di antaranya Sentosa Batanghari Makmur, Rajo Alam Sejati Jaya, Raja Irawan Bernai, Mulia Indo Prakarsa, Joo Putra Pratama, Berkah Gunung Batu Barajo, dan Alam Berajo Permai.(cw)