Tanjabbarat,liputan Jambi.id-Saat ini Polimik perda Tanpal batas wilayah antara kabupaten Tanjung Jabung Barat dan kabupaten Tanjung Jabung timur semakin meruncing di tengah masyarakat Tanjabbarat khususnya.
Sehingga berbagai saran, pendapat dan kritikan terus di suarakan dari semua lapisan masyarakat,baik itu dari kalangan masyarakat umum maupun para wakil rakyat dengan tujuan agar ada kejelasan titik terang polimik ini.
Kekuatiran publik cukup beralasan karena di dalam Perda RTRW yang di sahkan tersebut menyangkut dengan pemasukan daerah dari sektor Dana bagi hasil (DBH) yang bersumber dari sumur Gas.
Terpisah wakil ketua DPRD tanjabbarat Ahmad Ja'far di minta tanggapan terkait kritikan terhadap dirinya hanya menanggapi dingin. "biasa lah itu jangan terlalu kita tangipi malah sebaliknya itu menjadi introspeksi diri bagi saya yang penting apa yang saya suarakan ini murni dari niat baik saya yang merasa terpanggil sebagai bagian salah satu putra daerah tanjabbarat untuk membantu dan perjuangkan persoalan ini,"tuturnya.
Dirinya juga mengatakan, polemik tapal batas itu akan berpengaruh besar kepada pemasukan daerah dari sektor DBH, untuk itu mari kita kesampingkan persoalan politis Kepentingan masyarakat dan daerah lebih besar dari itu semua.
Sikap saya menyuarakan ini karena merasa bagian putra daerah tanjab barat dan kebetulan juga saya di amanahkan masyarakat sebagai wakil rakyat tentunya harus membantu untuk meluruskan benang kusut ini agar semua jelas dan ada titik terang biar publik tau.
Bukan ada maksud lain untuk mencari panggung dan atebelitas pribadi saya dalam persoalan ini.
"Mari kita bersatu dan cari solusinya langkah apa yang kita harus lakukan,alangkah itu lebih baik,"katanya.
Kalau saran saya Minta Gubernur dan DPRD Provinsi untuk meninjau ulang perda RTRW yang sudah di sah kan, perbaiki dokumen SHP nya dan pastikan pada peta tapal batas kabupaten tanjab barat - tanjab timur.
Kemudian memakai satu -satu nya peta devinitif yang pernah ada dan disepakati oleh pemprov jambi, kabupaten tanjabbar dan kabupaten tanjabtim yakni peta 2012, perda adalah produk hukum, maka harus menjamin kepastian hukum. Maka peta indikatif harusnya tidak bisa dijadikan pedoman.
Kemudian Meminta kepada kemendagri dan pemerintah provinsi untuk berhenti mengadu domba masyarakat dengan memaksakan peta tapal batas baru (peta kartometrik 2017) yang sangat merugikan masyarakat tanjabbar.seharusnya urusan-urusan administrasi kenegaraan seperti ini semestinya tidak rumit sepanjang komitmen persatuan, kebangsaan dan pancasila lebih besar dari segala nya,"imbuhnya.(CR7)