TANJABBARAT-Liputanjambi.id- Musyawarah ganti rugi pengadaan tanah Jalan Tol jambi-rengat ll desa teluk pengkah dan pelabuhan Dagang kab, Tanjabbarat 2021. sudah sampai di Desa Teluk Pengkah, Kecamatan Tebing Tinggi dan bahkan telah di Musyawarahkan di balai desa setempat, Rabu (17/11/21).
Seperti diketahui, Desa Teluk Pengkah ini merupakan salah satu Desa di Kabupaten Tanjabbarat terkena jalur pembangunan tol.
Pada dasarnya warga yang tanahnya terkena pembangunan tol ini menyambut baik dan respon positif bahkan mendukung penuh program pemerintah pusat tersebut.namun sayangnya terkadang niat baik program pemerintah ini selalu saja dijadikan ajas manfaat oleh segelintir oknum tertentu untuk mencari kesempatan dalam kesempitan,Sehingga program baik pemerintah ini ternodai ulah oknum dan membuat warga kecewa.
Seperti yang terjadi di Desa Teluk Pengkah ini bedasarkan infomasi dan data yang di himpun dilapangan bahwa Beberapa warga yang tanah atau lahanya terkena pembangunan tol ganti rugi tersebut merasa sangat kecewa dan keberatan dengan kesepakatan yang di buat oleh oknum-oknum yang memiliki kewenangan terlibat dalam proses ganti rugi tol di Desa Teluk Pengkah ini.pasalnya, warga dikenakan 40 Persen dari nilai uang ganti rugi tersebut, ironisnya lagi fee 40 Persen tersebut terang terangan di buat melalui surat penyataan yang dibuat oleh oknum ini.
Hal itu terkuak dari pengakuan beberapa warga yang diminta menandatangani surat kesepakatan dari para petani untuk membayar fee sebesar 40 persen kepada salah satu kelompok tani di wilayah tersebut. Selain itu, jika petani kebun yang lahannya terkena jalur tol tidak menandatangani surat kesepakatan fee tersebut maka pemerintah Desa tidak menandatangani saporadik milik petani.
Hal itu dibeberkan beberapa orang petani saat ditemui media, Rabu (17/11/2021) di aula kantor Desa Teluk Pengkah.
" Dengan cara seperti jelas kami tidak setuju, karena bukan hanya soal harga yang belum sesuai tapi juga ada embel-embel fee yang harus kami bayar ke kelompok tani sebesar 40 persen, " beber warga yang enggan namanya disebut.
Menurutnya juga, sangat jelas ada permainan antara pihak desa dan ketua kelompok tani, karena jika petani tidak menandatangani surat kesepakatan fee maka tidak di asese juga saporadik nya.
" Kalau benar-benar memikirkan nasib masyarakat bukan begini caranya, jika benar kades tidak tau soal fee kenapa dikaitkan dengan penandatanganan saporadik, " sebutnya.
Dari data yang berhasil dihimpun dilapangan pada saat pertemuan tahap pertama antara pihak BPN Provinsi Jambi dan petani Desa Teluk Pengkah terdapat sebanyak dua orang warga secara tegas menolak.
"Kami menolak proses yang dilakukan hari ini, karna jelas sekali cara seperti ini tidak benar, yang dibahas hanya harga permeter lahan sedangkan tanam tumbuh kami yang mayoritas terdiri dari sawit dan pinang yang sudah berhasil tidak dihitung, " ujar Warga.
Terpisah kepala Desa Teluk Pengkah Tamrin saat dikonfirmasi berdalih terkait keluhan yang disampaikan para petani soal adanya fee 40 persen yang harus dikeluarkan petani.
" Kalau itu saya tidak tau, yang saya dengar itu adalah permintaan dari pengurus kelompok tani gunanya untuk dibagikan kepada beberapa orang anggota yang tidak dapat lahan termasuk saya, " kata Kades.
Dia juga menjelaskan, pihak desa hanya bisa menghimbau supaya persoalan ganti rugi lahan tersebut cepat selesai sehingga program pemerintah untuk membangun jalan tol Jambi Rengat cepat terlaksana. Sayangnya pernyataan kepala desa berbanding terbalik dengan keterangan yang di sampaikan para petani. Menurut para petani semua warga yang setuju hari ini itukarna adanya interpensi.
"Faktanya kan beda, yang menyatakan setuju hari ini itu karena seluruh saporadik aslinya ada di desa, bukan dipegang si pemilik lahan, artinya jika tidak setuju bisa saja surat tanah mereka tidak dibagi, "ungkapnya.
Kami sebagai petani merasa sangat dirugikan dengan sistem ganti rugi seperti ini dan berharap suara kami didengar oleh pemerintah kabupaten Tanjab Barat.
"Kami siap mendukung pemerintah dalam percepatan program tol tersebut, tapi juga jangan dirampas apa yang menjadi hak kami, " tuturnya. Pihak BPN Provinsi Jambi, Supriadi yang juga hadir di pertemuan tersebut menjelaskan, semua proses sudah dijalankan sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku.
"Semua sudah sesuai dengan aturan dan undang-undang, jika ada persoalan itu diluar ranahnya BPN, " jelasnya.
Dia juga menerangkan, pertemuan pertama ini untuk menghitung luas lahan perorangan serta ganti rugi berupa uang yang di sepakati warga permeternya.
"Jika pertemuan pertama ini sudah di sepakati maka akan dilanjutkan ketahap selanjut nya yaitu pembuatan rekening untuk pencairan dananya, " terangnya.
Saat ditanya bagaimana terkait adanya warga yang tidak setuju dengan sistim ganti rugi yang dibicarakan hari ini.
" Warga bisa membawa persoalan ini ke pengadilan, yang pasti jika suatu kelompok atau koperasi masih ada persoalan maka kami tidak akan mencairkan dana tersebut, beda halnya yang lahan perorangan bisa langsung di cairkan, " pungkasnya. (CR7)