liputanJambi.id-TANJABBARAT- Banyak masyarakat pemilih dalam mengartikan money politik dan perjanjian politik pada pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung pada 09 Desember 2020.
Menanggapi dua isu berbeda tersebut, Pengamat hukum Tata Negara provinsi Jambi Arfa'i. SH.MH dan juga merupakan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Jambi menyebutkan dua isu yang santer terdengar dikalangan masyarakat adalah money politik dan perjanjian politik.
"Ini ada dua isu seringkali berkembang di masyarakat kita tentang money politik dan perjanjian politik. Mana yang bisa tergolong masuk dalam delik hukum" ujar Arfa'i.SH. MH Pengamat hukum Tata Negara, dan juga merupakan mahasiswa semester akhir program Doktor Hukum Universitas Sriwijaya.
Pengamat hukum provinsi Jambi ini menerangkan, dari dua isu berbeda tersebut yang mengarah Sanksi hukum adalah money politik bukan perjanjian politik.
"Kalau money politik adalah seseorang yang memberikan sesuatu berbentuk uang atau benda dengan tujuan mempengaruhi pemilih agar memilih kandidat.Kalau perjanjian politik itu adalah seseorang berjanji dihadapan pemilih dalam bentuk program pembangunan, apabila terpilih" tegas Arfai. SH.MH.
Ia menegaskan, bagaimanapun dikaji dalam hukum, bahwa perjanjian politik tidak termasuk dalam unsur delik hukum.
berbeda halnya dengan money politik jelas ada unsur yang menyatakan bahwa melakukan pelanggaran-pelanggaran hukum dalam pilkada."terangnya.(CR7)